Paradigma Lika Liku Perkawinan dan aktifitas Seksual
Perkawinan / Pernikahan
Anggap Remeh - Perkawinan atau pernikahan merupakan suatu hal yang sangat sakral, hal itu yang menyangkut janji suci dua orang manusia (idealnya pasangan dengan jenis kelamin yang berbeda) antara pria dan wanita untuk bersama - sama bersepakat mengikrarkan sumpah setia di hadapan Tuhan untuk bersama-sama berkomitmen membangun keluarga yang harmonis, damai, tentram dan bahagia, mau menjalani hidup secara bersama-sama dan saling berbagi baik dalam keadaan suka maupun duka, kaya maupun miskin, susah maupun senang, untung maupun malang. Baca kembali Pengertian dan Eksistensi Perkawinan untuk memahami maksud, tujuan, sifat dasar, cita-cita dan upaya dalam perkawinan.
"Bila anda selalu memberikan perhatian, cinta dan kasih sayang pada pasangan secara tulus dan ikhlas maka dengan senang hati pasangan anda akan berbuat demikian pada pada anda, disaat anda lemah dan kehilangan segala kemampuan baik jasmani maupun rohani, saat itulah pasangan anda akan selalu mensupport anda dengan cinta dan kasih sayang tulus yang dimilikinya, namun jika anda mempertahankan sikap arogan, mau menang sendiri, cenderung menyalahkan pasangan anda dan suka berlaku kasar pada pasangan anda, maka anda harus siap menelan pil pahit yang telah anda racik dikemudian hari,".
Seksualitas
Sekelumit tentang Seksual
Bicara mengenai perkawinan, didalamnya mengandung pembahasan seputar seks, seks tersebut harus benar-benar dijaga, dihormati, dan dianggap istimewa karena sesungguhnya aktifitas seksual sangat menentukan kualitas dan arah hidup perkawinan yang lebih baik dan harmonis. Perkawinan tanpa seks, ibarat makan tanpa lauk pauk, sayur tanpa garam (namun tidak semua orang sepakat dengan pernyataan ini).
Manusia bukanlah Binatang, maka perlakukanlah hubungan seksual pada pasangan dengan penuh hormat, kasih dan ketulusan !
Fokus orientasi dari tindakan seksual yang dilakukan oleh pasangan yang telah terikat dalam hubungan perkawinan haruslah mengacu pada batas kepantasan dan kewajaran dan masih dalam kontek memanusiakan pasangannya.
Menurut pendangan umum, manusia memiliki, menganut, dan mengikuti suatu ajaran agar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang kurang baik, mana yang pantas dan mana yang kurang pantas, dimana kepantasan tersebut menyangkut hal-hal yang dapat diterima secara umum mengenai; sikap, perbuatan, akhlak, budi pekerti, tata susila dan kewajiban, yang dikemas rapi dalam sebuah tempat yang bernama moral dan moralitas.
Binatang dapat saja melakukan persetubuhan dimanapun mereka suka tanpa mau memperhatikan situasi dan kondisi yang ada disekitarnya, namun manusia bukanlah binatang buas yang tak mampu mengontol seksualnya namun manusia harus bisa membatasi dan memperhatikan keadaan yang menyangkut situasi dan kondisi yang ada.
Pertanyaan dari korelasi antara moralitas dan seksual yang ingin kita jawab bersama adalah, pantaskah manusia menyamakan dan mensejajarkan dirinya dengan hewan atau binatang dalam segala hal termasuk dalam hubungan intim atau seksual, jika jawabannya adalah "Tidak", maka perlakukanlah hubungan seksual pada pasangan dengan penuh hormat, kasih dan ketulusan.
Jangan memaksakan kehendak pada pasangan !
Perbuatan memaksakan kehendak agar keinginan untuk melakukan hubungan seksual dapat terpenuhi dengan tidak mau memperhatikan situasi, kondisi lingkungan dan keadaan dari pasangannya, merupakan arogansi monopoli sebuah keegoisan, dan hal demikian adalah suatu bentuk pemerkosaan yang benar-benar nyata.
Pemenuhan kebutuhan seksual manusia memiliki tanggung jawab iman dan moral, dimana hal-hal tersebut harus benar-benar diperhatikan dengan seksama. Jika satu diantara dua tanggung jawab tersebut diabaikan, maka yang terjadi adalah adanya pelecehan nilai-nilai tujuan luhur, mulia dan suci dari tindakan seksual itu sendiri.
Kehidupan perkawinan tanpa ada aktivitas seksual yang mendukung memang sesuatu yang sulit untuk diterima oleh individu yang memiliki fisik dan mental yang normal. Hal tersebut dapat merangsang pertanyaan-pertanyaan besar tentang kemungkinan negatif yang akan terjadi dikemudian hari dari perjalanan perkawinan yang telah dijalani bersama.
Namun perlu disadari, bahwa seksual bukanlah segala-galanya; sehingga mengalahkan senua prinsip yang ada, dan menganggap seksual adalah yang nomor satu. Jika seseorang menomor satukan seksual diantara semua prinsip, maka berhati-hatilah karena kini dan kelak dirinya akan dan telah diperbudak oleh nafsu belaka, maka kebahagiaan dan kepuasan yang didapatnya hanyalah semu belaka.
Suatu rumor yang beredar dikalangan masyarakat menyebutkan “seseorang yang memiliki hasrat dan potensi seksual yang tinggi; akan memicu dirinya untuk lebih giat bekerja, selalu optimis memandang dan menyiongsong masa depan. terlihat lebih ceria, tegar, tenang dan beberapa dampak positof lainya,“.
Rumor tersebut ternyata diakui kebenaranya oleh kebanyakan orang yang secara jujur menceritakan pengalamannya.Namun kini permasalahan menjadi muncul, mengekor dibelakangnya, manakala hasrat melakukan aktivitas seksual tersebut menggodanya dengan sangat menghentak. Ironisnya, disaat pasangan tidak dapat memenuhi ajakan untuk melakukan hubungan seksual tersebut karena suatu sebab tertentu, maka dengan tidak segan-segan dirinya melakukan tindakan pemaksaan. Tidak jarang pula banyak yang melakukan tindakan penyelewengan. Hal inilah yang menjadi titik balik penolakan terhadap tindakan-tindakan seksual yang berpotensi merusak sucinya perkawinan, namun tidak semua orang mempunyai pengalaman yang demikian.
Ini baru pembukanya saja, siapkah anda menerima informasi yang lebih menantang tentang seksual ?
Tautan artikel selanjutnya yang saya tulis akan menjelaskan arti perkawinan dan seksual secara luas, gamblang atau terang benderang namun pada kontek yang wajar dengan maksud agar para pembaca dapat lebih mudah memahami alur logika tulisan ini sehingga artikel ini akan mudah untuk dicerna oleh semua kalangan, baik pada anda yang statusnya masih sendiri, terlebih jika anda sudah berkeluarga.
Artikel ini bukan untuk dicerna oleh kaum intlektual, namun cukup direnungkan oleh mereka yang memiliki hati nurani yang terketuk untuk "memanusiakan manusia pada diri sendiri sehingga tahu dan mengerti apa yang akan dilakukannya untuk memanusiakan manusia pada pribadi pasangannya,".
Ukuran kebenaran dari setiap manusia itu selalu berbeda-beda, namun jangan sampai anda melupakan satu hal. Ukurlah segala tindakan dan perbuatan anda dengan ukuran “Hati nurani” anda sendiri, dan temukan jawabannya disana. Jika hati nurani anda mengatakan benar, maka benar pulalah persoalan itu, namun jika hati nurani anda mengatakan salah, sebaiknya koreksilah diri anda sendiri dan jangan tentang murninya kata hati nurani anda.
Urut artikel:
Sebelum ini: Pengertian dan Eksistensi Perkawinan
Setelah ini: Perbedaan Manusia Dengan Binatang
Ikuti tautan #MembangunSurgaKecil untuk fokus pada artikel
Dalam Rumahku Aku Membangun Surga Kecil
(Renungan Singkat Seputar Perkawinan dan Seksual)
0 comments:
Post a Comment